Berkomunikasi merupakan suatu hal yang penting dan sering dilakukan oleh setiap orang antara penutur dan mitra tutur. Komunikasi dilakukan dengan bahasa yang saling dimengerti satu dengan lainnya. Bahasa merupakan alat pemersatu sesama manusia. Bahasa sebagai alat utama manusia saling berkomunikasi. Bahasa bukan hanya sekadar diucapkan saja, namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan khususnya dalam bahasa Jawa yang mengandung tingkat kesantunan (unggah-ungguh) yang membedakan bagaimana bahasa itu seharusnya dituturkan.
Unggah-ungguh basajuga dapat dikatakan sebagai tingkat tutur yang merupakan adat sopan santun berbahasa Jawa. Penerapan unggah-ungguh basa mengajarkan seseorang untuk mampu berkomunikasi dengan santun dan menghargai lawan bicaranya. Penerapan unggah-ungguh basa juga harus memerhatikan siapa yang diajak bicara, di mana, berapa usianya, kapan, dan bagaimana situasinya. Akan tetapi, dalam realitanya terkadang banyak orang yang masih kesulitan menerapkan unggah-ungguh basa, contohnya saja siswa di sekolah.
Pembelajaran bahasa Jawa sebagai muatan lokal yang sebenarnya mengandung pembelajaran unggah-ungguh, tetapi sering kali ditemui siswa masih kesulitan dalam menerapkan unggah-ungguh basa tersebut. Kurangnya berlatih dan sulitnya memahami perbedaan tingkat tutur tersebutlah yang membuat siswa kurang mampu menerapkan unggah-ungguh dalam realita. Selain itu, konteks pertuturan terkadang juga kurang begitu jelas.
Dalam pembelajaran bahasa Jawa guru harus sering melatih siswa agar aktif dan interaktif di kelas dengan cara mengajaknya berdialog. Guru dapat berdialog dengan siswa menggunakan tindak tutur direktif. Tuturan disampaikan dalam bahasa Jawa yang santun. Bentuk dialog dapat dilakukan dalam tindak tutur direktif seperti memerintah, memohon, menuntut, menasihati, maupun memesan. Penggunaan tindak tutur direktif dalam pembelajaran akan mampu membuat siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yahya (2013) dengan judul penelitian Tindak Tutur Direktif dalam Interaksi Belajar Mengajar Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA Negeri 1 Mlati Sleman Yogyakarta, hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa penggunaan tindak tutur direktif dalam proses pembelajaran dapat digunakan untuk membatu pembelajaran keterampilan berbicara, sehingga tuturan direktif dapat diterapkan untuk mempermudah interaksi belajar mengajar.
Tindak tutur direktif merupakan salah satu bentuk tindak tutur yang banyak digunakan guru untuk memancing respon siswa. Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu (Yule, 2006: 93). Tuturan guru beraneka ragam mulai dari kalimat memerintah, meminta, memohon, melarang, mengizinkan, dan lain-lain.
Penggunaan bahasa merupakan realitas interaksi komunikasi guru dan siswa yang berlangsung dalam kegiatan belajar mengajar. Ketika pembelajaran berlangsung, seorang guru bahasa Jawa dapat menggunakan tindak tutur direktif sebagai salah satu bentuk interaksi dengan siswanya. Dari tuturan-tuturan serta gerak tubuh seorang guru dapat dijadikan sebagai salah satu contoh pembelajaran unggah-ungguh basa. Seringnya tuturan berbahasa Jawa disampaikan, akan melatih siswa berinteraksi dengan menggunakan bahasa Jawa yang baik dan benar sesuai dengan aturan dalam bahasa Jawa atau dapat dikatakan sesuai dengan unggah-ungguh basa. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Kurniasih (2016) yang menyatakan bahwa tindak tutur direktif guru dalam pembelajaran bahasa Jawa dapat dijadikan salah satu alternatif untuk melatih siswa berbahasa Jawa. Tindak tutur direktif dapat dijadikan salah satu sarana yang membantu siswa dalam belajar berbicara dengan santun.
Dengan adanya interaksi guru dan siswa, secara tidak langsung siswa dilatih untuk berbicara berbahasa Jawa. Selain itu, siswa akan belajar sopan santun ketika berbicara dengan guru, karena memandang guru memiliki kedudukan yang lebih tinggi. Intensitas seringnya berdialog berbahasa Jawa membuat siswa terbiasa menggunakannya.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa tindak tutur direktif guru dalam pembelajaran bahasa Jawa dapat dijadikan salah satu cara untuk melatih siswa mampu berbahasa Jawa. Siswa dapat praktik belajar unggah-ungguh basa setiap pembelajaran berlangsung, sehingga siswa mampu berdialog dengan santun. Penggunaan tindak tutur direktif dalam pembelajaran bahasa Jawa dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran yang interaktif. Kekuatan tindak tutur direktif mampu memancing respon siswa untuk terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Ditulis oleh: Ria Kurniasih, S.Pd